Dewan (bukan) Perwakilan Rakyat

Tulisan dalam rangka #mositidakpercaya atas disahkannya Onimbus Law

Riski Budi Pratiwi
4 min readOct 6, 2020
Penampakan anggota DPR di ruang rapat paripurna jelang pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta. (Suara.com/Novian)

2020 sudahlah tentu teramat menyakitkan untuk kita semua. Saya, kamu, keluarga kita, kerabat kita, Indonesia kita, bumi kita. Saya hampir-hampir mengelaborasikan tahun ini (re:2020) sebagai kiamat kecil-yang pada akhirnya tidak jadi saya aminkan karena saya masih ingin hidup-

Tapi tanda-tanda kiamat itu makin jelas tergambar. Seperti yang baru saja terjadi dengan Indonesia tercinta. Kemarin malam (05/10/20), selepas kerja penat seharian saya dengan lekas membuka Twitter dengan niat mencari hiburan, gambar kucing lucu, atau meme. Sial sekali saya malah dihadapkan pada berita pengesahan Onimbus Law.

ASU! Saya yang tadinya sumringah seharian, langsung kelabakan ingin sumpah serapah.

Malu betul saya melihat DPR kita saat ini. Keterwakilan siapa yang sungguh mereka bawa?-saya bertanya lamat-lamat pada diri saya sendiri. Kebulatan suara soal RUU tersebut (re: Onimbus Law) tentu bukan merupakan imbang suara yang setara. Ibarat jungkat-jungkit, posisi kita sangat tidak seimbang. Ketidaksetujuan sungguhlah sangat masif. Ada timpang yang amat jelas, hanya fraksi-fraksi besar yang menyetujui dan mungkin dibelakangnya banyak yang bersorai mendukung juga macam orang-orang elit berkepentingan, korporat besar yang akan diuntungkan atau buzzer-buzzer pemerintah yang suka ribut di Twitter.

Tapi ayolah.. rakyat ini tidak buta, dari segelintir ketersetujuan itu, dua fraksi tidak menyetujui, akademisi, masyarakat kecil, serikat pekerja dan buruh, juga orang-orang yang suaranya kecil sekali macam saya dan juga kamu, bahkan sekelas K-popers yang biasanya asik mengagumi oppa-oppa juga ikut melayangkan ketidaksetujuan*. Timpang ini sangat jelas, ketidaksetujuan itu sangat masif. Namun menjadi kalah dengan kepentingan orang-orang tinggi yang bahkan saya tidak tahu siapa mereka dan bagaimana wujud mereka, sehingga penting bagi dewan-dewan kita untuk mengetuk palu tanda persetujuan. Ndlalah bukan rakyat toh yang mereka wakilkan? Oh, Puan… sungguh saya kecewa.

Terlebih dewan-dewan kita yang duduk manis di bangku empuk dan ruangan ber-AC tersebut berujar bahwa Onimbus Law perlu buru-buru disahkan karena kasus Covid-19 naik, dengan peningkatan drastis juga terjadi dari klaster DPR-RI (baca pernyatan Luhut pertanggal 01/010/20 yang dalam ringkas disampaikan sebagai berikut “Kita dorong pengesahan Omnibus Law dan mendukung kalangan bisnis dan masyarakat yang terkena dampak Covid,” katanya melalui keterangan tertulis, Kamis (1/10/2020), via kompas.com).

Lucu betul sebenarnya pernyataan begitu. Mewanti-wanti bahwa angka Covid-19 naik, bukan memberikan sentilan pada dewan kita bahwa problematika soal Covid lah yang harus diberi perhatian lebih, eh ini malah buru-buru ketuk palu pada Onimbus Law. Apasih yang dikejarnya? Proposal investor yang sudah buru-buru minta ditanda-tangani kah? Atau sudah didesak pihak mana? Sunguh Puan, ini benar benar ndak masuk akal blas!

Belum sirna hiruk pikuk soal pengesahan Onimbus Law, pihak aparat kepolisian muncul dengan poster super jelek dan kumuh di Twitter yang menegaskan bahwa tiadalah demo baik untuk dilakukan di kala pandemi ini karena hanya akan mengakibatkan sakit Covid tidak berkesudahan. Yang sejujurnya ingin saya misuhi juga. Ayolah, kenapa suara rakyat harus dicekik sedangkan suara pada politisi yang berjanji kampanye sungguh boleh dan sah-sah saja dilakukan? Sungguh, menjadikan Covid sebagai alasan untuk tidak berunjuk rasa agak bikin gemas karena Covid justru tidak dijadikan alasan untuk membatalkan pagelaran dangdut dalam rangka kampanye. Duh aduh!

Ah! Mungkin memang kita harus dicekik untuk patuh dan bertekuk lutut dibawah kuasa para elit. Rakyat tidak punya suara, atau mungkin punya, yang kemudian hanya tidak didengar. Ah, Puan… saya pikir kamu sungguh berbeda.

***

Saya dengan segala kekurangan saya, tentu saja mengaku bahwa saya memanglah bukan ahli hukum, politik dan sebagainya. Saya hanya mengkolektifkan beberapa pendapat soal RUU Cipta Kerja tersebut, berdiskusi dengan kawan yang paham, kemudian berusaha reflektif dari berbagai macam sudut pandang yang memberikan kesimpulan akhir bahwa sungguh, saya tidak setuju dengan pengesahan tersebut.

Adapun pada awalnya, saya merasa tidak perlu memberikan atensi pada isu ini, bersikap apatis saja, atau tidak mengindahkan bahwa isu ini sedang krusial pada bangsa kita. Namun pada akhirnya saya menyadari bahwa apatisme saya, hanya bentuk pelarian untuk cari aman dibawah ketiak penindasan di Republik ini. Sayapun sadar, dengan kondisi saya saat ini saya memiliki privilese yang sungguh bisa hidup dengan bebas dan tidak terikat langsung dengan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan tersebut. Padahal, yang katanya Indonesia adalah satu, saya menutup mata bahwa banyak sekali kaum pekerja dan buruh yang terdampak atas pengesahan RUU. Sudah begini, saya akan jahat untuk sembunyi dan bersikap apatis. Maka saya membuat tulisan ini menandakan mosi tidak percaya. Tidak percaya bahwa DPR benarlah Dewan Perwakilan Rakyat, tidak percaya bahwa suara rakyatlah yang mereka bawa, tidak percaya bahwa asas kepentingan rakyatlah yang mereka perjuangkan, tidak percaya bahwa mereka merasa baik-baik saja dengan mengetuk palu.

Saya jadi agak penasaran, pada hari akhir nanti mereka akan menjawab apa ya ketika ditanya Tuhan soal pertanggung jawaban sebagai wali rakyat? Oh Puan, saya sungguh mati penasaran. #TolakOnimbusLaw #JegalSampaiGagal #MosiTidakPercaya

Tulisan ini sungguh saya buat berdasarkan opini pribadi. Ketidaksetujuan pada pendapat saya sungguh adalah hal yang sangat lumrah dan saya sangat terbuka pada segala diskusi dan bertukar pendapat.

** : merujukkan K-popers bukanlah saya maksudkan untuk mengejek K-popers sebagai kaum acuh politik, melainkan sebagai bentuk sarkasme bahwa bahkan yang biasanya mereka asik dengan mengagumi idola, dan jarang menggubris perkara diluar hal tersebut, kini ikut bergerak dengan suara ketidaksetujuan pada Onimbus Law.

--

--