Jangan sok bersikap netral

Kalau sedang ngobrol sama orang soal hal yang saling ber-oposisi, lalu lawan bicaramu bilang “saya netral aja deh” — coba tanya lagi, beneran netral gak?

Riski Budi Pratiwi
3 min readOct 16, 2020
Dalam foto diskusi pendapat (sumber foto oleh Antenna Cw, via unsplash.com)

Dalam berargumen dengan dua paham berbeda, ada tiga tipe orang yang umumnya hadir. Yang satu membela mati-matian pengesahan Onimbus Law-misalnya-, yang satu membela mati-matian kalau Onimbus Law adalah produk kepentingan borjuis pun cuma bikin bobrok rakyat, dan ada orang ketiga yang biasa cuma jadi pendengar dan kalau ditanya salah satu pihak dengan lontaran “nek kamu gimana?” Lantas dijawabnya dengan hehe, “aku netral ae wes”. Duh, gusti…

Soal netral-netral ini sebenarnya sudah sangat lumrah kita jumpai hari-hari. Ada pelbagai alasan mengapa kemudian orang-orang mengambil jalan netral. Kalau saya misalnya, dapat terjadi karena beberapa hal.

Pertama adalah, ya karena memang saya netral, tidak ke kiri, tidak ke kanan. Atau yang kemudian sakjane saya punya keberpihakan. Hanya saja, saya jadi takut bersuara karena dapat mempengaruhi eksistensi saya. Kehilangan kawan misalnya, takut keberpihakan saya bersifat salah dan saya jadi ikut dalam bagian yang dicemooh misalnya, takut karena keberpihakan saya bersifat minoritas misalnya, dan yang lain sebagainya. Atau karena memang dasarnya, saya tidak tahu menahu soal apa-apa yang dibicarakan dan biar keliatan ndak dungu-dungu banget, mending saya bilang netral saja.

Hal-hal yang disebutkan diatas sebenarnya sah-sah saja kalau mau mengambil tindak tanduk yang demikian. Hanya saja, saya jadi teringat salah satu perkataan Mba Najwa Shihab -atau yang familiarnya dipanggil Mba Nana- dalam salah satu episode podcast MaknaTalks. Saat itu, ada pernyataan Mba Nana yang menarik perhatian saya. Ketika Iyas Lawrance bertanya, bagaimana menempatkan diri Mba Nana sebagai jurnalis yang netral dalam panggung Mata Najwa. Jawaban Mba Nana membuat saya kagum, yang kurang lebih beliau bilang begini….

“Saya tidak netral, yang berbeda dengan independen. Netral itu, tidak berpihak kemana-mana sama sekali. Independen itu, bebas dari kepentingan apapun kecuali kebenaran. Dan sejak awal saya sadar, bias itu mempengaruhi semua manusia, apalagi wartawan, Saya percaya tidak perlu netral, malah justru harus berpihak. Ketika kita bikin series PSSI Bisa Apa Itu jelas gue ga netral, ketika disitu. Tapi saya independen, berusaha sekuat tenaga untuk independen, tidak terpengaruhi kepentingan apapun, kecuali kepentingan publik dan kebenaran”.

Saya yang saat itu mendengarkan sembari mengupas bawang, langsung terdiam, berhenti sejenak mengupas bawang dan berfikir lamat-lamat. Benar juga Mba Nana-pikir saya.

Buat saya ini cukup penting untuk diketahui bersama bahwa dalam suatu pertukaran opini, menjadi krusial untuk mengambil posisi pada kebenaran ketimbang mengambil jalan tengah sebagai pihak netral. Kalau kamu adalah bagian dari forum pertukaran pendapat, mulai dari obrolan jenaka di pos ronda yang isinya bapack-bapack atau sampai pada forum terbuka ilmiah yang isinya kaum intelektual semua misalnya, maka saya rasa malah harus menghindari sikap netral. Karena netral ini sungguh memiliki bias tidak jelas, dengan dalih membebaskanmu dari membela sesuatu.

Atau alih-alih berusaha berdiri di tengah, kadang malah rasanya kamu tidak berdiri dimana-mana. Rasa-rasanya hanya sebagai bentuk lepas tanggung jawab atas suara dan keberpihakan yang kamu miliki. Yaaaa kalau mau berpendapat, dari pada netral mendingan mulai dengan keberpihakan pada kebenaran. Apakah itu kemudian keberpihakan pada Onimbus Law-misalnya- atau keberpihakan pada pembatalan Law tersebut misalnya, atau ada keberpihakan baru yang dirasa memiliki nilai kebenaran lain? mungkin?

Yaaa kalau beneran pengen netral dan ambil jalan tengah ya ndak masalah juga. Pun kalau ndak mau berpendapat ya sah-sah saja. Toh itukan hakmu toh? Termasuk hak saya juga menulis ini dan beropini. Iya ndak?
Ya, iya.

Tulisan ini adalah opini penulis semata. Yang akan jadi sangat lumrah memiliki ketidak setujuan sana-sini. Pun, saya maklum dan menerima perbedaan yang demikian. Serta sangat terbuka pada diskusi jika ada satu dua hal yang dirasa janggal, perlu dikritisi atau dibicarakan lebih lanjut. Terima kasih!

--

--